Senin, 15 Oktober 2012

kinds of kinds of sharia contract

     Akad was in the context of jurisprudence muamalah is different though both are almost the same which is a form of agreement. Covenant is an agreement between two or more parties, either orally, gestures, or written, which has implications for implementing legally binding. While Wa'ad is a promise from one party to the other, those who were given a promise not assume any obligation to the other party. In Wa'ad shape and condition have not been determined in detail and specific. If the parties can not promise to fulfill his promise, he received the sanction is more of a moral sanction. This differs from the contract that binds both parties agree that the parties are bound to perform their respective obligations agreed upon in advance. In the contract, forms, and conditions are set out in detail and specific. If one or both parties are bound to the contract can not meet its obligations, then he / they receive sanctions as agreed in

1IBRA

Menurut arti kata Ibra sama dengan melepaskan, mengikhlaskan atau menjauhkan diri dari sesuatu.
Menurut istilah Fiqh Ibra adalah pengguguran piutang dan menjadikannya milik orang yang berhutang.
Menurut syari’at Islam Ibra merupakan salah satu bentuk solidaritas dan sikap saling menolong dalam kebajikan yang sangat dianjurkan  syari’at Islam, seperti dikemukakan dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 280 yang artinya :
Dan jika seseorang (yang berhutang itu) dalam kesukaran maka berilah ia tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau seluruh hutang itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Sehubungan dengan mendefinisikan Ibra terutama dari segi makna “ penggugaran” dan “ pemilikan” para ulama fiqh berbeda pendapat, antara lain sbb :
Ulama Madzhab Hanafi menyatakan bahwa Ibra lebih dapat diartikan pengguguran, meskipun makna pemilikan tetap ada.
Menurut Madzhab Maliki disamping bertujuan menggugurkan piutang, ibra juga dapat menggugurkan hak milik seseorang jika ingin digugurkannya. Ketika hak milik terhadap suatu benda digugurkan oleh pemiliknya, maka statusnya sama dengan hibah.
Menurut Madzhab Syafi’i, sebagian ulama mengatakan bahwa Ibra mengandung pengertian pemilikan utang untuk orang yang berhutang. Sebagian ulama lainnya mengartikan pengguguran, seperti yang dikemukakan Madzhab Hanafi.
Dari semua pendapat-pendapat ulama tersebut di atas pendapat yang terakhir ini yang paling shahih.
2. WAKALAH
Al-Wakalah menurut bahasa Arab dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Yang dimaksudkan adalah bentuk penyerahan, pendelagasian atau pemberian mandat dari seseorang kepada orang lain yang dipercayainya. Yang dimaksudkan dalam pembahasan ini wakalah yang merupakan salah salah satu jenis akad yakni pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
Agama Islam mensyari’atkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Hal ini karena tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan urusannya sendiri, terkadang suatu kesempatan seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan/urusan pribadinya kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Dalil syara’ yang membolehkan wakalah didapati dalam firman Allah pada surat Al-Kahfi :19, yang terjemahannya sbb: .
...Maka suruhlah salah seorang diantara kamu  pergi ke kota dengan membawa uang  perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makakan yang lebih baik Dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapapun”.
Dalam ayat ini dilukiskan perginya salah seorang dari ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.
Selain itu dalam ayat 55 urat Yusuf disebutkan yang terjemahannya : “Dia (Yusuf) berkata “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir) karena aku sesungguhnya orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan”.
Dalam konteks ini nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga. Federal Rserve “ negeri Mesir.
Disamping ayat al-Qur’an ada juga hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Imam Malik terdapat dalam kitab Al-Muawaththa yang artinya :
“Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafii dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.
 Dalam kehidupan sehari-hari Rasulullah saw telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan, seperti membayar utang, penetapan had dan membayarnya, pengurusan unta, membagi kandang hewan dan lain-lain.
Oleh karena itulah para ulama sepakat bahwa dalil kebolehan wakalah juga didasarkan dengan ijma ulama dan bahkan ada ulama yang sampai mensunnahkannya dengan alasan karena hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan.
Aplikasi wakalah dalam konteks akad tabarru dalam perbankan Syari’ah berbentuk jasa pelayanan, dimana Bank Syari’ah memberikan jasa wakalah, sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini Bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasanya tersebut. Sebagai contoh bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan listrik atau telpon kepada perusahaan listrik atau perusahaan telpon.
 3. KAFALAH ( Guaranty)
Pengertian kafalah menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab  atas pembayaran kembali suatu utang  yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Dalam pengertian lain, kafalah juga berti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Dasar disyari’atkan kafalah Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 72: yang terjemahannya adalah :
“ Kami kehilangan alat takar  dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku jamin itu “

Dalam tersebut kata Za’im yang berarti penjamin, dalam kaitan cerita nabi Yusuf AS ini gharim atau orang yang bertanggung jawab atas pembayaran.
4. HAWALAH
Dalam enseklopedi Perbankan Syari’ah Hawalah bisa disebut juga Hiwalah yang berarti intiqal (perpindahan), pengalihan, atau perubahan sesuatu atau memikul sesuatu di atas pundak.
Menurut istilah Hawalah diartikan sebagai pemindahan utang dari tanggungan penerima utang (ashil) kepada tannggugan yang bertanggujawab (mushal alih) dengan
cara adanya penguat. Atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga.
 5. MURABAHAH (Defered Payment Sale)
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murabahah merupakan akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu murabahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan nasabah dengan cara cicilan. Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli  barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.
Pemilikan barang akan dialihkan kepada nasabah secara propisional sesuai dengan cicilan yang sudah dibayar. Dengan demikian barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan sampai seluruh biaya dilunasi.
6.MUDHARABAH
Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Landasan syari’ah antara lain al-Qur’an surat al-Muzammil ayat 20, Surat al-Jumu’ah ayat 10 dan surat al-Baqarah ayat  198. Dari Al-Hadits riwayat Thabrani dan Ibnu majah serta Ijma para sahabat.
Secara umum  Mudharabah terbagi kepada dua jenis, pertama mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Yang dimaksud mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini biasanya mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
7.  IJARAH
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara’ Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan Mu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq Ijarah ini adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Menurut Ulama Fiqh Imam Hanafi Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.  Sedangkan menurut Ulama Syafi’i Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Sementara menurut Ulama Maliki dan Hambali Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
Berdasarkan definisi dari para Ulama Madzhab tersebut, terdapat kesamaan pandangan bahwa adanya unsur penting dalam pembiayaan Ijarah yakni adanya manfaat pada barang yang disewakan  baik yang bersifat jasa, dan adanya imbalan atas nilai yang disepakati dalam transaksi tersebut.
8. IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK
Transaksi ini adalah sejenis perpaduan antara akad (kontrak) jual beli dengan
akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan inilah yang membedakan denga ijarah biasa.
Adapun bentuk akad ini bergantung pada apa yang disepakati kedua belah pihak yang berkontrak. Misalnya al-ijarah dan janji menjual; nilai sewa yang mereka tentukan dalam al-ijarah; harga barang dalam transaksi jual dan kapan kepemilikan itu dipindahkan.
Aplikasinya dalam perbankan syari’ah dioprasionalisasikan dalam bentuk operasing lease maupun financial lease. Akan tetapi pada umumnya bank-bank tersebut lebih menggunakan ijarah muntahiya bittamlik ini karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu bank pun  tidak direpotkan mengurus pemeliharaan aset, baik saat leasing maupun sesudahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar